Text
Laporan akhir kajian aktual: Dampak pelaksanaan transaksi non tunai terhadap efisiensi belanja daerah
Kajian ini dilatarbelakangi oleh amanat Inpres Nomor 10 tahun 2016 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan 2017, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 910/1866/81 Tentang Implementasi Transaksi NonTunai Pada Pemerintah Daerah Provinsi, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 910/186/7/ Tentang Implementasi Transaksi Non Tunai Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang mengamanatkan percepatan pelaksanaan transaksi non tunai sebagai salah satu upaya mewujudkan peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah Kajian bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan transaksi non tunai dalam belanja daerah di Provinsi DKI Jakarta dan mengetahui dampak pelaksanaan transaksi non tunai terhadap efisiensi belanja daerah di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi DKI Jakarta dipilih karena merupakan daerah yang telah melaksanakan transaksi non tunai dalam pengelolaan keuangan daerah yang telah dirintis sejak Tahun 2014, Kajian diharapkan dapat memberikan gambaran secara komprehensif melalui metode studi kasus mengenai pelaksanaan transaksi non tunai dalam belanja daerah di provinsi DKI Jakarta sehingga dapat dijadikan "pembelajaran" kepada daerah lain di Indonesia dalam menerapkan transaksi non tunai sesuai amanat regulasi pemerintah tersebut. Beberapa hasil kajian adalah: (1) Komitmen kepala daerah menjadi faktor penting terlaksananya transaksi non tunai di Pemprov DKI Jakarta. Komitmen tersebut diwujudkan dalam bentuk regulasi, dukungan terhadap SDM, penyediaan infrastruktur, dan kerjasama; (2) Pelaksanaan transaksi non tunai di Provinsi DKI Jakarta memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap efisiensi belanja daerah. Efisiensi belanja daerah tidak hanya karena perubahan sistem pembayaran dari cash menjadi transfer, tetapi juga disebabkan oleh beberapa perubahan pola belanja, dukungan kebijakan lelang konsolidasi, dan dukungan kebijakan pembatasan UP. Dampak lebih lanjut adalah perbaikan kinerja pengelolaan keuangan secara keseluruhan. Saran saran yang diberikan berdasarkan hasil kajian adalah sebagai berikut: (1) Dalam rangka mendorong peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah, maka Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah harus segera menerapkan transaksi non tunai. Sebagai langkah awal, Kementerian Dalam Negeri selaku pembina pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi pioneer dalam pelaksanaannya; (2) dalam rangka percepatan pelaksanaan transaksi non tunai, langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah adalah penandatanganan pakta integritas/komitmen pimpinan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah bersama seluruh jajaran untuk melaksanakan transaksi non tunai dalam pengelolaan keuangan, penyusunan regulasi pendukung pelaksanaan transaksi non tunai diantaranya terkait mekanisme belanja barang/jasa tertentu, mekanisme dan besaran uang persediaan, dan pembatasan transaksi tunai yang diperbolehkan, penyusunan grand design pelaksanaan transaksi non tunai, mempersiapkan SDM pengelola keuangan terkait hal teknis pelaksanaan transaksi non tunai, melakukan kerjasama dengan sektor perbankan sebagai mediator dalam transaksi non tunai dan rekanan penyedia barang/jasa, dan segera memulai pelaksanaan transaksi non tunai dari hal yang bisa dilakukan, seperti merubah. pembayaran dari cash menjadi transfer terkait belanja tertentu seperti ATK, konsumsi, dan honorarium; (3) Menteri Dalam Negeri c.q Ditjen Bina Keuangan Daerah diharapkan dapat mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri terkait percepatan pelaksanaan transaksi non tunai yang memuat beberapa hal sebagaimana tersebut pada point 2.
BPP00010775 | R 352.48 PUS l | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain