Text
Kacang tidak lupa kulitnya: identitas Gumay, Islam, dan merantau di Sumatra Selatan
Buku ini merupakan studi etnografis mengenai masyarakat Gumay Sumatera Selatan di Indonesia. Buku ini menelaah bagaimana orang Gumay mendefinisikan identitasnya dalam konteks perubahan sosial dan politik dan tentang proses kontestasi dan negosiasi identitas Gumay. Kajian antropologi ini berdasar dari riset lapangan selama dua tahundi tengah masyarakat. Gumay adalah salah satu dari sejumlah kelompok etnik berbahasa Melayu yang tinggal di dataran tinggi Sumatera Selatan yang tradisinya relatif masih tidak diketahui bukan saja oleh para peneliti melainkan juga orang Indonesia umumnya. Kelompok etnik seperti Kikim, Basemah, Semendo dan Lintang adalah penghuni dataran tinggi berbahasa Melayu ini. Cara produksi utama mereka adalah bercocok tanam, khususnya kopi dan karet. Islam adalah agama yang mengatur adat siklus kehidupan mereka, namun sejumlah ritual atau sedekah memperingati leluhur masih juga dipraktikkan.
Buku ini bertujuan untuk menelaah pentingnya keberlangsungan ritual asal-usul Gumay dalam konteks perubahan sosial yang cepat. Generasi muda orang Gumay berkeinginan untuk menjadi warga negara kelas menengah dan menetap di perkotaan. Kekuatan praktik ritual asal-usul Gumay terletak pada kenyataan bahwa generasi yang lebih muda masih mengaitkan kesuksesan dan kesulitan mereka di perkotaan dengan leluhur mereka. Untuk memperoleh rezeki atau saat mengalami kesulitan di kota atau lokasi merantau, generasi baru Gumay kembali ke tempat asal untuk melaksanakan kewajiban sedekah sebagai bukti mengingat asal mereka. Lingkungan sosial yang berubah dengan cepat di dataran tinggi Sumatera Selatan berkontribusi pada praktik dan kesinambungan ritual asal-usul Gumay dan menjadikan orang Gumay tetap menjaga identitas mereka yang khas.
BPP00008025 | 297.09 MIN i | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain