Text
Sosiologi Indonesia: diskursus kekuasaan dan reprodusi pengetahuan
Buku karya Hamzah Fansuri ini merupakan hasil penelitian Tesis pada Program Pascasarjana Sosiologi di Universitas Gadjah Mada (UGM). Buku ini sangat menarik karena berusaha melihat bagaimana terjadinya diskursus kekuasaan dan reproduksi pengetahuan dalam konteks perkembangan Sosiologi Indonesia. Seperti yang diungkapkan oleh Vedi R. Hadiz, Guru Besar Masyarakat dan Politik Asia di Murdoch University Australia dalam pengantarnya, karya dari Hamzah Fansuri ini perlu disambut sebagai upaya baru untuk menelaah perkembangan ilmu sosial khususnya dalam bidang Sosiologi (hlm xi).
Penulis mencoba menelusuri perkembangan ilmu sosial khususnya Sosiologi Indonesia dari masa kolonial sampai Orde Baru ditinjau dari konteks sosial kesejarahan yang meliputi aspek ekonomi, politik, dan pengaruh dominasi keilmuan Amerika Serikat pasca Perang Dunia II. Penulis menjelaskan bahwa melalui penelitian ini ia bermaksud mengidentifikasi peta perkembangan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu sosial dalam kaitannya dengan realitas sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia (hlm 7).
Penulis menggunakan terminologi genealogi dan kekuasaan dari Michel Foucault, sosiolog asal Perancis. Genealogi tidak bermaksud untuk kembali ke masa lalu dan juga tidak menyorot cerita kebesaran dari tokoh-tokoh sosiologi di masa lalu. Konsep genealogi dari Foucault berfungsi untuk memperhatikan dinamika, proses transformasi, dan diskontinuitas di tiap perkembangan historis Sosiologi Indonesia dengan memfokuskan pada diskursus kerakyatan (discourse of populism) di Sosiologi UGM sebagai pintu masuk pelacakannya (hlm 10). Sosiolog dalam studi ini adalah individu yang menguasai wacana (discourse) seputar sosiologi baik secara keilmuan maupun praksis. Maka tidak menutup kemungkinan bahwa Sosiolog mengendalikan pengetahuan seperti yang dikatakan Foucault pada hubungan kekuasaan dan pengetahuan (hlm 12). Pengetahuan sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dari kekuasaan memberi wawasan bagi studi ini. Kerja intelektual dari para sosiolog bisa jadi tidak semata-mata berorientasi pada keilmuan atau reproduksi pengetahuan, tetapi juga demi kepentingan kekuasaan (hlm 13).
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain