Text
Curse to blessing: transformasi Bojonegoro melawan kutukan alam
Kabupaten Bojonegoro pernah menjadi daerah termiskin di Jawa Timur, namun kini telah berhasil menjadi daerah dengan pembangunan paling pesat berkat keberhasilan mengelola kekayaan minyak sebagai modal pertumbuhan dan modal investasi pembangunan sumber daya manusia.
“Jika kita baca sejarah, dulu Bojonegoro adalah daerah miskin. Kalau hujan kebanjiran, kalau kemarau kekeringan. Kini, berkat minyak, Bojonegoro maju pesat. Namun, bukan itu yang mebuat Bojonegoro fenomenal. Visi pembangunan pemimpinnya yang membuat potensi Bojonegoro mampu dimaksimalkan” tutur Rhenald Kasali dalam peluncuran dan bedah buku Curse to Blessing:Transformasi Bojonegoro Melawan Kutukan Alam, Selasa (20/12).
Rhenald memaparkan fenomena kutukan sumber daya alam (resource curse) merupakan fenomena dimana daerah atau Negara yang kaya sumber daya alam mengalami sebuah kondisi dimana pertumbuhan perekonomian mereka tidak sepesat daerah atau Negara yang tidak memiliki kekayaan alam. Bahkan kekayaan alam yang dimiliki justru mebawa masyarakat dalam kondisi penuh konflik dan hidup miskin.
Sebagai contoh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti penghasil batubara di Kalimantan, atau penghasil emas di Sulawesi dan Papua, justru berada dalam gelombang kemiskinan. Bahkan daerah yang walaupun lumbung energi, kondisi listriknya tidak bisa diandalkan untuk terus menyala 24 jam.
“Hal-hal tersebut menjadi contoh di mana kekayaan alam, bukannya menjadi berkah, malah menjelma menjadi kutukan. Bagai ayam mati di lumbung padi, sebuah daerah kaya sumber daya alam ternyata bisa hidup dalam keterbelakangan dan kemiskinan. Untuk itu, diperlukan pemimpin daerah yang memiliki visi, agar berkah alam itu tidak menjadi kutukan,” tuturnya.
Bupati Bojonegoro Suyoto yang hadir menuturkan dirinya disadarkan kondisi yang telah menimpa daerah lain sehingga dirinya kemudian bercermin pada banyak Negara yang tidak mempunyai sumber daya alam apapun tapi mampu menjadi Negara makmur. Jepang, Korea Selatan, dan Singapura adalah contohnya.
Sebaliknya, dalam catatan Kang Yoto, kekayaan alam bisa menjadi kutukan. Dia menyebut Arun di Lhokseumawe dan Sangasana di Kalimantan Timur adalah contoh terdekat bahwa sumber daya, bagaimanapun banyaknya, pada suatu saat akan habis. Sementara minimnya sumber daya, seperti yang dialami Singapura dan negara-negara lainnya, justru bisa menjadi berkah.
“Negara-negara tersebut memiiliki kesadaran yang berorientasi pada keunggulan daya saing dan produktivitas lewat pemerintah yang bersih, masyarakat yang disiplin dan industrialisasi yang ditangani orang-orang professional. Intinya, harus ada investasi pada manusia sebagai modal di masa datang,” tuturnya.
Ahli urban economics Universitas Indonesia, Prof. Ari Kuncoro menuturkan Bojonegoro adalah di Jawa Timur yang seperti mendapat durian runtuh ketika mendapatakan sumber minyak di perut buminya. Blok Cepu, yang dieksploitasi adalah sumbangan alam bagi penduduk Bojonegoro yang telah lama hidup menderita
“Dalam hal ini diperlukan pemimpin yang bisa berpikir jauh ke depan (thinker) dan memiliki orang-orang yang bisa melakukan (doer) untuk mengelola daerah seperti itu. Jadi, ketika sumber daya alam itu habis, daerah tersebut sudah memiliki modal lain yang akan tetap menjaga keberlangsungan daerah tersebut,” ujarnya.
Rhenald Kasali menuturkan buku yang ditulisnya ini banyak bercerita tentang Bojonegoro yang kaya migas berkat faktor leadership mampu membawa masyarakat pada konsep pembangunan yang berkelanjutan dimana pendapatan migas disisihkan sebagai dana abadi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga ketika saatnya tiba, saat harga minyak anjlok dan sumur-sumur mengering, Bojonegoro telah mimikirkan inovasi lain pengganti minyak.
Buku setebal 244 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit Mizan dan ditulis dengan gaya naratif tentang perlunya kesadaran akan unsur kekayaan sumber daya alam sebagai faktor pendorong kemajuan suatu daerah dimaksudkan sebagai sumbangan bagi daerah-daerah lain untuk dapat memaksimalkan potensi kekayaan alam yang dimilikinya untuk masa depan.
BPP00007002 | 658.04 RHE c | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain