Text
Politik dan ideologi mahasiswa Indonesia: pembentukan dan konsolidasi orde baru 1966-1974
Kilas balik tentang salah satu harian yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung. Harian ini memiliki oplah besar dan mampu menggaji karyawannya. Keren gak tuh: bisnis dan idealism ketemu! Buku ini pernah membuat saya berpikir, mungkinkah mahasiswa jaman saya (1995-2003) menelurkan semacamnya? ah ternyata saya keburu terbentur dengan puisinya Taufik Ismail salah satu barisnya berbunyi, "memang begitu adanya Hadi..." Konteks gerakan mahasiswa 66 setahu saya kelewat akrab dengan tentara yang kemudian menjadi "priyayi" di era orde baru. Sampai membuat salah satu anak emasnya di kampus, Menwa (ari urang sunda mah tau na, mencret wae! hehehe) terhempas pasca 98!
Cukup membantu membuka nuansa Bandung di era 66 itu. Sisi geliat pergerakannya tentunya. Ada beberapa nama yang sempat saya temui di kampus saya dulu. Ada juga yang kemudian mencelat sudah berada di pentas nasional. Namun, saya secara samar ingat tentang cerita Wimar, seperti yang pernah disampaikannya di lokakarya di Aula Unpad 1996, ada dalam buku itu. Wimar waktu itu cerita tentang jamannya. Seolah menolak mithologisasi gerakan zamannya, Wimar cerita soal ada juga temannya yang pinjam jip tentara dan pergi ke Garut untuk "minta" domba penduduk. Ini memang kisah yang lebih realistis dari setiap zaman. Jika kita siap menerima bahwa setiap nafas selalu terselip dahak (halah paribahasa naon deui yeuh!)
Kisah lain dari buku ini adalah lokasi tempat saya membacanya pertama kali: Perpustakaan FISIP Unpad Djatinagor. Waktu itu ada teman yang ngaktifis bicara soal ajakannya untuk menuntut perbaikan perpustakaan. Menarik! Tapi teman saya yang lain, yang juga gak kalah ngaktifisnya punya pendapat lain. Daripada langsung demo, kenapa gak kita optimalkan tentang kondisi yang ada dulu. Bijak! Waduh, terjepit di antara dua aktifis, saya yang semata hore-horeis kampus bingung. Jika saja saya bisa bermain musik dan mencipta syair, tentunya Ahmad Dhani sudah tidak bisa menciptakan lagu "Aku cinta kau dan dia". Akhirnya saya teh sebagai penikmat debu buku bekas dan tuwir, lebih memilih menikmati keantikan koleksi buku di sana.
Meski terbilang tertinggal, koleksinya lumayan bisa dipertahankan. Bisa membuat saya kenal bacaan jaman Pak Dahlan Nasution (Dekan FISIP yang orang HI yang cuma saya liat potonya. Jarang loh dekan FISIP dari HI apalagi non-native hehehe). Ada juga bacaan untuk Secapa jaman tahun 50-60 yang masih diketik di...kertas kok bukan lontar hehehe masih pake huruf latin bukan honocoroko hahahaha ada juga koleksi Imanuel Kant, "Qritique of pure reason" hehehe yang ini adalah magnum opus Kant dalam menengahi Platonian dan Aristotelian dalam debat perenial filsafat barat. Yah semacam Al Ghozali ketika mendamaikan Mutaqalimun dan Tasawuf adalam tradisi ilmu tradisional Islam (ieu mah mung ngutip Osman Bakr yah!). Yang baru apaan yah??? ada sih buku soal bagaimana Amerika melampaui Vietnam Syndrom setelah kegagalannya di Indochina. Judulnya lupa.
Yah akhirnya ide teman yang ingin mendemo itu batal, teman saya yang lain yang saya bilang bijak yang saya dengar dan saya ikuti. Abis yang terakhir ini yang saya tahu pernah ke perpus, yang idenya menarik itu setahu saya kurang doyan buku hehehe
Yah mitologisasi dan bombasme yang memang tidak perlu disematkan pada setiap periode penting gerak zaman di Indonesia. Perlu dipilah narasi yang lebih berimbang dan terbuka atas zamannya. (Btw, kalimat terakhir tidak saya maksudkan untuk buku ini. Wong saya belum baca ulang hehehe Om Francois Raillon hapunten nya' bilih aya nu tidak tepat!)
BPP00005053 | 323.5 FRA p | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain