Text
Satrio piningit di negeri tuyul
Preseden curhat, begitu setidaknya Wahyu Triono KS menggambarkan kebiasaannya menulis di kolom Opini Anda detikcom dan Kompasiana.com. Mengenal dunia wayang melalui Almarhum ayahnya yang sering mengajak menonton pertunjukan wayang. Selain menimba pengalaman tentang budaya Jawa dari orangtuanya, ia juga banyak berkomunikasi dengan orang-orang tua para pejuang kemerdekaan yang menjadi sahabat baik orangtuanya. Banyak pengalaman berharga yang diperoleh dari para pahlawan pejuang bangsa yang berjuang ikhlas, tanpa pamrih untuk bangsanya.
Menjalani masa kecil dan remaja di salah satu daerah Onderneming Belanda yang diberi nama Ophir oleh penjajah Belanda, sehingga menjadikan tulisannya banyak mengangkat seputar kehidupan daerah tersebut yang kini banyak didiami oleh para purnawirawan ABRI. Satrio Piningit Di Negeri Tuyul merupakan bentuk kegelisahan Wahyu atas realitas masyarakat saat ini yang ditulisnya dalam seting dan alur yang mengalir dari budaya Jawa yang adiluhung.
Secara sistematis penulisan buku ini dibagi menjadi empat bagian: Bagian Satu: Zaman Edan, Bagian Dua: Goro-Goro Di Seputar Istana, Bagian Tiga: Satrio Piningit dan Ratu Adil dan Bagian Empat: Noto Negoro. Untuk menikmati jalan dan alur berpikir dalam buku ini tentu tidak diperlukan pemahaman yang begitu mendalam tentang budaya Jawa, pemikiran dan gagasan dalam buku ini mudah dipahami oleh siapapun dengan bahasa yang sederhana dan lugas. Buku ini hanya pengantar bagi kita untuk mendalami berbagai persoalan bangsa yang lebih subtansial.
BPP00003299 | 320.9598 WAH s | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
BPP00003298 | 320.9598 WAH s | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain