Text
Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
Membangun masyarakat bukan semata-mata mengintroduksi dan mengimplementasikan proyek-proyek fisik atau mengucurkan dana dan subsidi, tetapi juga gerakan mengubah serta memobilisasi lingkungan sehingga menjadi kondusif bagi terciptanya masyarakat mandiri yang lepas dari pelbagai bentuk belenggu eksploitasi. Itu berarti bahwa kegiatan pembangunan tidak hanya menyentuh persoalan ekonomi dan teknologi, tetapi lebih dari itu adalah persoalan harkat dan martabat manusia.
Dalam konteks inilah, kegiatan membangun masyarakat kemudian terkait erat dengan memberdayakan masyarakat karena di samping memerangi kemiskinan dan kesenjangan, juga mendorong masyarakat menjadi lebih aktif dan penuh inisiatif. Sudah banyak bukti yang memperlihatkan bahwa ketika inisiatif itu hanya dilakukan oleh pemerintah dan tidak pernah diletakkan pada masyarakat, perjalanan pembangunan diwarnai oleh pelbagai bentuk monopoli dan manipulasi.
Era globalisasi tidak dapat dihindari oleh negeri ini terutama perkembangan ekonomi. Satu hal yang perlu dilakukan agar dapat terhindar dari pencemaran yang terjadi adalah menciptakan sebuah strategi pembangunan yang menghasilkan “produk unggulan” yang proses kelahiran dan perkembangannya tidak mudah didikte oleh negara lain. Pemberdayaan atau pembangunan daerah seyogyanya diupayakan menjadi prioritas dalam pembangunan kita di masa datang. Upaya demikian memerlukan tiga hal penting, yaitu (1) bentuk kontribusi riil dari daerah yang diharapkan oleh pemerintah pusat dalam proses pembangunan dasar; (2) aspirasi masyarakat itu sendiri, terutama yang terefleksi pada prioritas program-program pembangunan daerah; dan (3) keterkaitan antardaerah dalam tata perekonomian dan politik.
Intinya, kegiatan pembangunan perlu diarahkan untuk merubah kehidupan masyarakat terutama kaum miskin menjadi lebih baik. Perencanaan dan implementasi pembangunan seharusnya berisi usaha untuk memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai akses pada sumber-sumber ekonomi (sekaligus politik).
Lingkungan merupakan sumberdaya yang dewasa ini ditengarai semakin mencemaskan. Dalam membahas masalah lingkungan, perhatian biasanya difokuskan pada dimensi hubungan sosial yang berkaitan dengan lingkungan, serta masalah-masalah sosial yang muncul dan berkembang sebagai konsekuensi dari hubungan sosial tersebut. Hubungan sosial itu dapat merefleksikan suatu integritas sosial, tetapi juga dapat mencerminkan konflik sosial.
Selanjutnya, hubungan sosial yang berkaitan dengan linkungan secara teoritis dapat membentuk dua model struktur sosial. Pertama, bersifat elastis, dalam arti kelompok elit atau penguasa berada di puncak strata. Mereka sangat leluasa memonopoli penafsiran aras manfaat atau fungsi lingkungan, dan kurang memberi peluang pada kemungkinan berkembangnya keragaman pemahaman tentang manfaat dan fungsi lingkungan. Sedangkan model kedua, bersifat struktur horizontal, dalam arti membuka kesempatan berdialog, mengembangkan komunikasi dua arah dan menghargai kemungkinan terjadinya perbedaan pemahaman sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang melembaga dalam masyarakat.
Dalam teori kelas, mereka yang dituduh melakukan manipulasi atau memanfaatkan nilai-nilai adalah kelas yang menguasai sumber-sumber ekonomi. Nilai yang mereka bentuk terartikulasi sedemikian rupa sehingga apa yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat selalu benar adanya. Nilai-nilai dan norma-norma sosial yang dikembangkan, status dan peran sosial yang didistribusikan, serta jaringan-jaringan sosial yang dibangun, semuanya didasarkan pada kepentingan ekonomi.
Dalam konteks ini, nilai tersebut terutama ditempatkan sebagai ideologi atau sistem ide yang memberikan legitimasi kepentingan ekonomi. Tidak mengherankan apabila kemudian kelas yang menguasai sumber-sumber ekonomi berada dalam posisi yang serba diuntungkan. Sebaliknya, kelas bawah, terutama yang tidak mempunyai akses pada sumber-sumber ekonomi, terus menerus diekploitasi dan tidak mempunyai kesempatan untuk mempertanyakan kembali posisinya. Kondisi masyarakat menjadi macet, stagnant, terutama karena keinginan mereka untuk memperbaiki nasibnya terhalang oleh tafsir-tafsir tertentu terhadap manfaat dan fungsi lingkungan yang telah melembaga dalam masyarakat.
Nilai-nilai sosial yang berkaitan dengan penafsiran atas manfaat dan fungsi lingkungan dipergunakan untuk menciptakan suatu gambaran tentang kehidupan masyarakat di masa depan yang di dalamnya kelak tercipta kesejahteraan. Dari sini, kemudian dibangun simbol-simbol yang mendorong lahirnya sebuah konseptualisasi struktur sosial dan sistem sosial tertentu di masa depan, disamping memberi arahan tentang bagaimana kiat yang harus dilakukan untuk mewujudkannya. Struktur sosial dan sistem sosial yang ada dianggap sudah tidak kondusif bagi kelestarian lingkungan, dan dengan demikian harus diubah.
Perkembangan struktur sosial dan sistem sosial yang ada dianggap kurang berwawasan lingkungan, dan oleh karenanya tidak akan mendatangkan kesejahteraan, perlu diganti. Keinginan semacam itu dapat berubah menjadi gerakan politik, dan menggunakan kata lingkungan untuk memobilisasi massa atau memacu perubahan.
BPP00002301 | 302.14 SUN p | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
BPP00002349 | 302.14 SUN p | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
BPP00002638 | 302.14 SUN p | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
BPP00004069 | 302.14 SUN p | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain