Text
Kaum intelektual dan perjuangan kemerdekaan: peranan kelompok Sjahrir
17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya setelah melalui serangkaian perjuangan demi perjuangan baik secara kooperasi maupun non-kooperasi kepada Pemerintahan Belanda lalu Jepang yang menduduki Indonesia sejak 1942.
Pada masa pendudukan Jepang ini, nama Sutan Sjahrir muncul sebagai pusat oposisi terhadap Jepang yang paling terkemuka. Sebagai seorang politikus yang berpengalaman perhitungan-perhitungan Sjahrir terutama bersifat taktis. Ia tidak pernah percaya bahwa Jepang dapat memenangkan peperangan, dan pada akhir bulan Juli dan Agustus ia mengetahui dari siaran-siaran sekutu bahwa jepang hampir ambruk.
Sementara itu kedudukan Jepang dalam perang melawan Sekutu juga bertambah buruk, dan harapan untuk menang semakin berkurang. Ia percaya bahwa suatu prasyarat mutlak bagi pengakuan sekutu di kemudian hari adalah bahwa kemerdekaan harus dilihat sebagai suatu yang datang melalui perlawanan terhadap penguasa Jepang, bukan hadiah dari mereka. jahrir mengambil garis politik perjuangan bawah tanah melakukan perluasan jaringan dan kaderisasi yang sebagian besar dari PNI baru serta kader dari golongan mahasiswa progresif., memelihara jaringan hubungan bawah tanah di jawa. Sjahrir percaya bahwa akhirnya sekutu akan menang di pasifik, dan mempersiapkan diri bagi kemungkinan itu dengan menyebarkan informasi berharga dari luar dan memupuk jiwa skeptis terhadap jepang. Berbeda dengan Soekarno dan Hatta yang lebih memilih bekerja sama dengan pemerintahan jepang. sehingga Sjahrir -yang kemudian menduduki posisi pedana menteri merangkap menteri luar negeri dan menteri dalam negeri, di mata sekutu, Sjahrir lebih dapat diterima
Di masa revolusi fisik, karier Sjahrir dibidang politik dan diplomasi bermula sejak keluarnya Maklumat Wakil Presiden tertanggal 16 Oktober 1945, dimana ia terpilih sebagai Ketua Badan Pekerja KNIP, diserahi kekuasaan legislatif, untuk bersama-sama dengan Presiden menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Sejak tanggal 14 November 1945 Sjahrir naik ke pucuk pimpinan pemerintahan sebagai perdana menteri pertama Indonesia dalam usia 36 tahun. kepemimpinan Sjahrir berlangsung dalam 3 periode yaitu :
1. Kabinet pertama, 14 November 1945 - 12 Maret 1946
2. Kabinet kedua, 13 Maret 1946 - 2 Oktober 1946
3. Kabinet ketiga, 2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947
Kabinet pertama Sjahrir berisikan teman-teman dekat Sjahrir yang tidak pernah bekerja sama dengan Jepang. Kabinet kedua dan ketiganya lebih bersifat nasional karena melibatkan hampir semua unsur golongan. Kemunculan Sjahrir dalam pimpinan pemerintahan Republik Indonesia saat itu dimungkinkan faktor-faktor politis yang menguntungkan, terutama dalam menghadapi dunia internasional, khususnya pihak sekutu yang memenangkan perang Dunia II. faktor-faktor tersebut adalah :
1. Sekutu berada dipihak yang menang dalam perang dan Jepang berada di pihak yang kalah.
2. Dimasa pendudukan fasis jepang, Soekarno dan Hatta telah memilih bekerja sama dengan pemerintah jepang shingga Soekarno dan Hatta oleh lawan-lawan politik maupun sekutu dipandang sebagai kolaborator Jepang.
3. Tampilnya Soekarno sesudah proklamasi sebagai pimpinan eksekutif dalam negara republik indonesia serta tiadanya partai-partai politik, dikhawatirkan akan menimbulkan kecurigaan dipihak sekutu maupun dunia internasional, bahwa pemerintah indonesia adalah ciptaan jepang, berdasarkan diktator dan bukan atas dasar demokrasi.
4. Sjahrir dimata sekutu, tidak termasuk black list sebagai kaki tangan jepang atau penjahat perang. dan sebagai sosialis, Sjahrir mempunyai kawan-kawan seperjuangan di luar negeri, baik di Eropa maupun Asia, sehingga dengan penampilan Sjahrir, diperhitungkan akan dapat menarik simpati dunia terhadap Republik Indonesia khususnya, dan dapat membantu cita-cita perjuangan rakyat Indonesia pada umumnya.
5. Tampilan Sjahrir sebagai sosialis dan demokrat yang anti imperialisme, kapitalisme, dan fasisme dapat menghapus imej dunia yang tidak baik terhadap Republik Indonesia.
Politik Sjahrir yang mengedepankan jalur lunak (diplomasi), untuk sementara mengalah, dengan hanya mendapatkan pengakuan De Facto atas Jawa, Madura, dan Sumatra lewat Linggarjati. Namun dengan diakuinya Republik Indonesia secara De Facto oleh sekutu hendak dijadikan fondasi untuk menyusun kekuatan kedalam, baik politik, militer, maupun ekonomi.Munculnya pro-kontra atas kebijakan kabinet Sjahrir tersebut membuat posisi kabinetnya goyah, kaum nasionalis dalam negeri dan kelompok Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang sejak awal menjadi oposisi bagi kabinet Sjahrir, menganggap perjanjian Linggarjati, yaitu hasil yang dicapai kabinetnya dalam politik diplomasi adalah sebuah "kecolongan" yang merugikan Republik.
BPP00002246 | 959.803 LEG k | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain