Text
Agama dan teori sosial: rangka pikir sosiologi dalam membaca eksistensi Tuhan di antara gelegar ideologi-ideologi kontemporer
Jauh berbeda dengan perspektif filosofis yang mengelaborasi agama dalam keluasan ontologisnya (dari yang organized hingga yang paling privat-personal), perspektif sosiologis tidak bisa memaknai agama hanya semata sebagai ?keyakinan metafisis, transenden atau spiritual? tanpa adanya pengejawantahan dan praksis dalam wilayah sosialnya. Sosiologi tidak mungkin bertutur apa pun tentang relevansi agama dalam kehidupan manusia jika tidak disertai dengan bukti-bukti empiris akan imbas atau ekses keyakinan agama itu. Walhasil, sekilas, sosiologi merupakan disiplin yang mereduksi keluasan semesta agama dan spiritual.
Persoalannya kini adalah mungkinkah Tuhan sebagai ?rujukan spiritual manusia? senantiasa diuraikan dengan kacamata sosiologis? Atau, ekstremnya lagi, apakah keyakinan spiritual yang tidak terpetakan dalam konteks ?perilaku sosial? ?lantaran hanya ditanamkan di kedalaman privasi jiwa? tidak layak dijustifikasi sebagai agama, pencarian Tuhan dan kesadaran transendental manusia? Dari sinilah kemudian sosiologi acapkali disinyalir sebagai ?penyempitan? ontologi dan epistemologi agama ke sudut aksiologi an sich.
Akan tetapi, dalam banyak hal, harus jantan diakui bahwa agama sebagai ?pengalaman Yang Suci? (kata Rudolf Otto) meniscayakan serpihan-serpihan aksiologis. Agama sangat sering diyakini sebagai ?nyawa? bagi perilaku manusia, lantaran dengan semangat ajaran (nilai) agama itulah manusia merasakan esensi keyakinannya. Di sinilah sosiologi memperlihatkan diri sebagai disiplin yang sangat fundamental dalam studi agama. Dualistik memang, toh tetap saja semua itu hanyalah persepsi jutaan kepala yang tak sama. Ada yang lurus dan ada pula yang kriting.
Namun yang jelas, dalam buku serius yang tatak meneteli kerangka filosofis Nietzsche, Hume, Buber, Borges, Freud hingga Foucault ini, Bryan S. Turner yang sangat gencar mempromosikan urgensi kesadaran egaliterisme antar khazanah sosio-kultural, Barat atau Timur, menegaskan satu mainstream bahwa agama sebagai ?karya Tuhan? akan senantiasa dibedah dan disimbiosiskan dengan beragam teori sosial sebagai ?karya manusia?. Sebab, dari situlah memang selalu terserpih pemaknaan-pemaknaan besar tentang relasi Tuhan-manusia, seperti Marxisme, Freudisme, Durkheimisme dan (termasuk) Sosiologi Agama, yang akan terus menjenterah dalam jantung peradaban manusia. Inilah letak pentingnya buku besar sosiologi ini.
BPP00001904 | 297.27 BRY a | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain