Text
Memoar romantika Probosutedjo: Saya dan Mas Harto
aat pertama membuka lembar demi lembar, memoar Probo sangat renyah untuk dibaca. Diksinya sederhana, mengalir dan apa adanya, juga dilengkapi berbagai dokumentasi foto. kumparan seolah sedang terlibat dalam kisah, kegelisahan dan isi pikiran Probo.
Buku setebal 684 halaman itu diawali dengan keresahan Probo mengenai sosok kakaknya, Soeharto, yang kerap dipandang negatif oleh banyak orang. Padahal menurut Probo, Soeharto justru menyimpan catatan kebaikan yang patut direnungkan. Dengan gamblang ia memposisikan bukunya sebagai narasi alternatif terhadap sosok kakaknya tersebut.
“Selama sekian puluh tahun mengenali batinnya (Soeharto-Red), saya mendapatkan sesuatu yang sangat solid dari karakternya. Dia orang baik yang berprinsip, dan tetap konsisten dengan karakter aslinya, walaupun dia pernah menjadi orang nomor satu di negeri ini,” ungkap Probo dalam bukunya. Probo kemudian menuturkan bahwa dirinya dan Soeharto dibesarkan dengan nilai yang sama. Keduanya dididik dengan nilai-nilai falsafah jawa, didikan islam, berbagai teladan, cerita kepahlawanan, serta dongeng pewayangan. Nilai-nilai itu, kata Probo, menyebabkan ia dan kakanya selalu kuat, meski diterpa apapun.
“Berpuluh tahun kami sama-sama terayun ke dalam gonjang-ganjing pro dan kontra dari peran yang kami jalani. Hidup kami ramai oleh kontroversi. Mas Harto dengan kancah politiknya. Saya dengan geliat bisnis yang saya lakoni. Sepanjang itu pula kami sama-sama teguh menjalankan apa yang telah kami resapi sejak kecil, yakni nilai-nilai luhur yang terkandung dalam falsafah jawa,” jelas pengusaha pemilik Universitas Mercu Buana ini.
Apa yang dimaksud Probo sebetulnya mengacu pada kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun di Indonesia. Sementara kontroversi yang ia hadapi berkaitan dengan kasus Dana Reboisasi Hutan Tanaman Industri (DRHTI), yang menjebloskan dirinya ke Sukamiskin pada 28 November 2005.
Saat Probo berada dalam tahanan, Soeharto rupanya pernah menjenguknya. Kala itu, kesehatan Soeharto memang jauh dari kata baik. Namun, Soeharto memaksakan diri agar dapat bertemu secara langsung dengan adiknya itu. Saat pertemuan, Soeharto berusaha menguuatkan adiknya agar mampu menjalani semuanya dengan ikhlas.
“Ia juga memeluk saya dengan rapat dan memancarkan sorot penuh kekuatan ketika ia menjenguk saya yang sakit dalam status tahanan. ‘Bertahanlah. Harus kuat. Mau bagaimana lagi’ itu kata-kata singkatnya,” kenang Probo menirukan ucapan Soeharto kala itu.
Probo sendiri akhirnya bebas bersayarat dari Sukamiskin pada 12 Maret 2008. Dari empat tahun hukuman penjara yang harus dijalani, Probo hanya menjalani tiga tahun.
Dari peristiwa hukum yang menimpanya, serta dalam memahami apa yang pernah Soeharto lakukan terhadap negeri ini. Probo menyebut bahwa ia dan kakaknya tetap cinta terhadap Indonesia. Tak hanya itu, keduanya juga siap dengan segala konsekuensi yang terjadi.
“Kami mencintai Indonesia dengan segenap rasa cinta, ketulusan, dan tanpa pamrih. Oleh karenanya, kami siap menanggung resiko apapun atas perjuangan yang kami tempuh. Termasuk, ketika orang sudah tidak lagi mengingat karya positif yang telah kami buat,” tulisnya.
Klarifikasi tuduhan adik satu ibu Soeharto
Selama ini Probo rupanya dikabarkan bertatus sebagai adik seibu dari Soeharto. Hal itu berkembang saat Soeharto berkuasa, dampaknya dapat dilihat dari berbagai berita yang menyebutnya demikian.
Menanggapi itu, Probo membantah bahwa dirinya menyandang status tersebut. Menurutnya, Soeharto merupakan kakak kandungnya. Keduanya lahir dari rahim ibu yang sama, yakni Rr Sukirah di Desa Kemusuk, Bantul, Yogyakarta.
“Menghadapi pernyataan-pernyataan itu, saya selalu hanya tersenyum. Mas Harto, atau Soeharto, Presiden RI ke-2, adalah saudara kandung. Anak yang terlahir dari rahim Ibu yang juga mengandung saya. Seseorang yang bukan saja menjadi dekat fisik, tapi juga batin,” tulisnya.
Kendati demikian, Probo mengetahui Soeharto sebagai kakaknya saat ia berusia enam tahun. Kala itu, ia hanya mengira bahwa ia memiliki tiga kakak, yakni Sukiyem, Sucipto dan Basirah. Namun, Basirah yang akhirnya memberitahukannya bahwa masih ada seorang kakak lagi, yaitu Soeharto.
Rupanya, sebelum menikah dengan Purnomo dan melahirkan Probo, Rr Sukirah pernah menikah dengan Kertosudiro dan melahirkan anak bernama Soeharto. Namun, pernikahan dengan Kertosudiro kandas dengan cepat, bahkan sebelum Soeharto dilahirkan. Tak hanya itu, saat Soeharto berusia delapan tahun, Soeharto dibawa oleh Kertosudiro ke Desa Wuryantoro. Hal itu yang menyebabkan Probo tak tahu akan keberadaan kakaknya.
Meski Soeharto tak lagi tinggal di Desa Kemusuk. Soeharto kerap berkunjung ke tanah kelahirannya tersebut. Selain mengunjungi ibunya, ia juga bermain dengan adik-adiknya, termasuk dekat dengan Probo.
“Saya selalu merindukan Mas Harto. Sayang, dia hanya bisa pulang sekali ke Kemusuk, karena jarak dari Wuryantoro ke desa kami lumayan jauh. Dia harus berjalan kaki dulu sejauh 30 km ke Wonogiri, kemudian naik kereta ke Yogyakarta.
Sejauh kebersamaanya dengan Soeharto, ada satu momen yang paling diingat oleh Probo. Momen itu terjadi saat diadakannya kumpul keluarga besar yang dinamakan diangon (diasuh). Dalam acara itu, silsilah keluarga diperbincangkan sedemikian rupa. Tujuannya agar masing-masing anggota keluarga jauh dapat saling mengenal.
Saat acara diangon selesai, Probo bercerita bahwa kakak perempuannya, Basirah membedakinya di kamar agar terlihat tampan. Namun, saat itu keluar dari kamar, Seoharto rupanya menertawai dan meledeknya.
“Dia menunjuk-nunjuk wajah saya seraya meledek, ‘Itu ada anak perempuan lewat. Hei, Probo, jangan mau kamu dibedakin seperti itu. Kayak anak perempuan saja!’’ kata Probo menirukan ejekan Seoharto kala itu.
Probo sendiri memandang ejekan tersebut sebagai bentuk kasih sayang kakak sebagai adik. Menurutnya, Soeharto sangat sayang kepada adik-adiknya, termasuk kepada dirinya
BPP00002028 | 923.1 ALB m | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
BPP00002027 | 923.1 ALB m | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain