Text
A Magic Gecko: peran CIA di balik jatuhnya Soekarno
Di mata Horst H. Geerken, Belanda bukan sekadar penjajah Indonesia yang brutal dan bengis. Mereka juga disebutnya munafik: mengutuk, mengasingkan, dan menyamakan Jerman dengan anjing (no dogs or Germans) setelah negeri itu diduduki Hitler pada Perang Dunia II. Padahal, pada saat yang sama, Belanda menjalankan "aksi Nazi" di Indonesia: kerja paksa, pembunuhan massal, pemberangusan rakyat di kamp-kamp konsentrasi, selama 3,5 abad.
Saat para penjahat Nazi masih terus diburu dan diadili sampai sekarang, penjahat perang sekaliber Kapten Raymond Westerling malah diusulkan menerima anugerah bintang kehormatan. Padahal penjahat perang inilah yang bertanggung jawab atas pembunuhan 40 ribu jiwa di Sulawesi Selatan. Ia memerintahkan eksekusi dengan metode tembak tengkuk yang mematikan, penggal kepala, serta melarungkan karung berisi puluhan ribu kepala manusia ke laut.
Buku A Gecko for Luck: 18 Years in Indonesia-terbit dalam dua versi, bahasa Jerman pada tahun lalu dan Inggris tahun ini-mengungkapkan dengan lugas dan detail aksi polisional Belanda yang berdarah-darah. Dalam buku ini, Geerken tidak berlagak jadi sejarawan, meski ia punya minat besar pada sejarah dan politik. Buku itu ditulis berdasarkan pengalamannya selama bermukim di Indonesia sebagai direktur perusahaan telekomunikasi Jerman AEG (1963-1981).
Maka banci berdada besar dan berbetis ramping yang mencari mangsa di belakang Hotel Indonesia, gosip sosial politik di "markas" pengusaha, kongko bersama para diplomat dan wartawan asing di Bar Ramayana Hotel Indonesia, serta kisah ketika Geerken memergoki Bung Karno dikerubuti wanita cantik di klub malam di hotel yang sama bertaburan di beberapa halaman.
Ia juga bercerita tentang hubungan dekatnya dengan Jenderal Soenarjo, ajudan Bung Karno, yang banyak memberikan info perkembangan politik Indonesia dan mengenalkannya pada dunia mistik. Seperti ketika Geerken dibikin teler gara-gara Soenarjo ngendon di rumahnya sampai subuh. Belakangan diketahui, Soenarjo termasuk orang yang dibidik pada peristiwa 30 September 1965. Ia selamat lantaran bertamu ke rumah Geerken.
Kebetulan? Bukan. Di hari-hari menegangkan itu, insinyur telekomunikasi yang pernah membangun radar peringatan dini serangan roket Soviet ke Amerika dan Kanada, di Buffalo, Amerika Serikat, ini menyadap pembicaraan pasokan senjata ke Indonesia dari pangkalan militer Amerika di Filipina lewat radio komunikasi rakitannya. Berdasarkan sadapan itulah dia "menjebak" Soenarjo, sekaligus menyelamatkannya.
Buku ini juga gamblang menggelar keterlibatan Dinas Intelijen Amerika (CIA) pada peristiwa berdarah 1965. Peran PKI tidak seberapa dibanding CIA. Agen rahasia Amerika itu, kata Geerken, justru dalangnya. Soekarno dianggap musuh Amerika, anti-Barat, dan sukses menjalin hubungan baik dengan negara-negara Asia-Afrika-Arab tanpa bantuan. Hubungan Soekarno pun dianggap kelewat mesra dengan Republik Rakyat Cina.
Membaca A Gecko for Luck, kita seperti diajak melihat Indonesia dari visi yang terang. Geerken menulis fakta dengan jelas dan lugas. Banyak pula anekdot dari kisahnya berbaur dengan masyarakat Indonesia. Buku yang disusun berdasarkan investigasi ini ditulis dengan gaya bahasa populer. Jernih dan kocak, tapi juga serius. Sungguh nikmat rasanya membaca sebuah versi sejarah dengan kacamata berbeda.
BPP00001185 | 959.8035 HOR m | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain