Text
Demokrasi disensus: politik dalam paradoks
Alternatif yang ditawarkan oleh buku ini ialah demokrasi yang tidak mengidentikkan diri dengan “mufakat bulat”, melainkan dengan usaha bersatu yang tetap merasa nyaman dengan “ketidakmufakatan”, meskipun dengan mengupayakan sesedikit mungkin keterpaksaan dan ketidakadilan. Alternatif ini patut dijadikan penanda demokrasi pada era reformasi.
Prof. Dr. Alois A. Nugroho, Guru Besar Filsafat, Editor Etika Komunikasi Politik, 2011
Buku ini adalah kajian serius tentang debat ideologi dalam filsafat politik mutakhir. Bagi kita di sini, saat politik dikejar dengan cara-cara oportunistik, buku ini menyodorkan refleksi tajam: politik hanya bermutu bila diperjuangkan secara etik, dan dipertengkarkan secara rasional.
Rocky Gerung, Pengajar Filsafat Universitas Indonesia
Kita akan ternganga melihat penguasaan penulis akan pemikir-pemikir seperti Levinas, Lyotard, Bauman, Mouffe, dan Laclau. Namun kekaguman itu cepat berubah menjadi kecut ketika harus membaca teks yang sarat dengan neologisme. Satu istilah baru mengandaikan penguasaan beberapa tradisi pemikiran lain. Memang, ketika konsep-konsep itu mulai diterapkan untuk menganalisa situasi politik di Indonesia menjadi lebih menarik. Ketika radikalisasi pluralisme demokratis disensual digunakan untuk mengulas proliferasi institusi-institusi demokrasi nampak ketajamannya.
Dr. Haryatmoko, Dosen Universitas Sanata Dharma dan Pascasarjana Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia
Demokrasi menghasut filsafat politik kontemporer untuk memikirkan dua perkara penting: inklusivitas etis dan limitasi politik. Karya Budiarto ini secara meyakinkan menjawab hasutan tersebut.
Dr. Donny Gahral Adian, Dosen Filsafat Politik Universitas Indonesia
BPP00000572 | 321 BUD d | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
BPP00000573 | 321 BUD d | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain