Text
Agama dalam politik Amerika
Agama dan politik di Amerika akan dikupas dalam berbagai pandangan di buku ini, karenanya buku ini merupakan hasil patungan ide dari banyak pakar di bidang politik, social, agama seperti John C Green, James L. Guth, Ted G. Jelen, Lyman A. Kellstedt, David C. Leege, Corwin E. Smidt, Kenneth D. Wald, Michael R. Welch, Clyde Wilcox. Menariknya para penulis buku ini mempunyai pandangan yang berbeda-beda antara satu dan yang lainnya, terutama pada konsistensi antara teori dan praktek.
Perselingkuhan agama dan politik bukanlah hal negatif sebagaimana secara umum kita pahami. Akan tetapi hal ini akan menjadi negatif jika politik dijadikan alat untuk kepentingan agama tertentu saja, padahal semua agama mempunyai kepentingan yang sama, yaitu membawa umat manusia pada kedamaian selama hidup didunia dan hari akhir .
Bagian I dari buku ini diawali dengan sebuah bab yang berupaya menempatkan studi mengenai agama dan politik dalam konteks historis, teoritis, substantif, dan normatif. Bab ini menjelaskan mengapa ilmuwan politik harus memasukan agama kedalam analisis mereka tentang perilaku politik rakyat Amerika. Terdapat banyak alas an mengapa para ilmuwan social harus meneliti agama dalam melakukan studi-studi tentang pemilih di Amerika.
David C. Leege mengungkapkan, sebagian besar orang Amerika dewasa-sekitar tigaperlima atau tiga perempatnya-menjadi bagian dari gereja-gereja, sinagog-sinagog, atau perkumpulan keagamaan lainnya. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan orang Amerika yang tertarik untuk beraktifitas dalam organisasi sukarela lainnya, apakah itu perserikatan, asosiasi professional, kelompok masyarakat, ikatan alumni, klup, ataupun perkumpulan. Leege juga mengatakan 82 dan 93 persen dari semua warga Amerika dewasa bersedia menggunakan identitas agama mereka-Protestan, Katolik, Yahudi, atau yang lainnya. Secara tidak langsung Leege mengungkapkan, ¾ pemilih di Amerika bisa didekati melalui jalur agama.
Pemahaman menyeluruh tentang gagasan David C. Leege, Keeneth D. Wald dan Corwin E. Smidt di Bab I ini akan mempermudah pembaca untuk memahami bab II-VI, Leege mengatakan setidaknya ada tiga faktor mengapa agama memenuhi fungsi dasar sebuah budaya dari perspektif kelompok-kelompok dan individu-individu.
Pertama , Identitas, agama mengatakan pada kita, siapa kita dan siapa saya ?. Kedua, norma-norma agama mengatakan bagaimana seharusnya kita bertingkah laku. Ketiga, pemeliharaan tapal batas, agama mengatakan kepada kita, kita siapa dan perilaku apa saja yang bukan bagian dari kita? (kriteria budaya dari Wildavsky 1987). Sebab itulah agama mempunyai arti penting yang lebih besar bagai para pemeluk agama daripada norma, atau batas-batas sosial lainnya. Karena ia mengklaim jawabannya sebagai sakral, abadi, penuh dengan makna puncak hidup.
Analisis David C. Leege diatas juga sesuai dengan data Kenneth D. Wald dalam atikelnya yang berjudul Keterlibatan di Gereja dan perilaku politik. Dalam hal ini ia mengutip seorang teoritikus yaitu Alexis de Tocquville. Menurut Tocquville, gereja merupakan inkubator karakter politik Amerika yang khas. Di Gerejalah rakyat Amerika mempelajari pelbagai keyakinan dan praktik yang menopang ciri demokratis kehidupan publik. Pernyataan Tocquville ini juga diperkuat dengan pendapat para sejarahwan yang menunukan bukti kuat adanya hubungan antara agama dan pilihan politik dalam sejarah pembangunan Amerika (Noll 1990).
Hal penting yang dikemukakan oleh Kenneth D Wald adalah ia membedakan bentuk komitmen keagamaan dan keyakinan keagamaan. Kenneth juga memberikan garis pemisah antara tindakan kesalehan pribadi dan tindakan kelompok keagamaan, Kenneth justru memberikan penekanan tentang arti penting identitas keagamaan di Amerika.
Secara keseluruhan buku ini lebih banyak menjelaskan tentang teori-teori yang lahir dari hasil pegamatan, tanpa mengungkapnya secara spesifik, disinilah pembaca dituntut untuk mengambil kesimpulan secara utuh, bukan bab per bab, sehingga walaupun tulisan dalam buku ini merupakan gagasan dari banyak pakar, buku ini tetap dalam kumpulan kesatuan yang tidak terpisah.
Pada akhirnya, jika kita refleksikan dengan Negara kita Indonesia, kita akan kembali pada paragraph awal dari tulisan ini, dengan membalik pertanyaannya Sejauh mana peran Agama dalam kancah politik di Indonesia?. Maka secara jujur harus kita akui, agama tidak berperan dalam kancah politik di Indonesia. Setiap putaran kampanye dinegeri ini selalu ada nyawa simpatisan yang melayang, ditambah lagi berbagai kecurangan selalu menjadi bumbu. Sejauh ini agama hanya dijadikan pemanis jualan didalam politik. Padahal Politik adalah hal yang luhur sedangkan agama selalu mengajarkan tentang nilai-nilai keluhuran, tinggal bagaimana manusia memperlakukan keduanya. Selamat membaca !.
BPP00008053 | 261.0973 DAV a | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain