Text
Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia
Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilatarbelakangi oleh fakta bahwa hadirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU tentang Pelayanan Publik) yang diharapkan dapat menghadirkan pelayanan publik yang layak, berkualitas, dan prima kepada masyarakat, dalam implementasinya tidak memperlihatkan hasil yang memuaskan hingga lebih dari 7 (tujuh) tahun pemberlakuannya.
Gencarnya upaya untuk mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik pada level pemerintah kabupaten/kota yang dilakukan melalui penataan daerah, dengan salah satu penekanannya melalui pemekaran daerah, dalam kenyataannya memperlihatkan bahwa pemekaran daerah cenderung gagal mewujudkan tujuan pembentukannya.Tulisan dalam buku ini mengangkat permasalahan mengapa kebijakan pemekaran daerah belum mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Dengan menggunakan pemikiran New Public Service sebagai “kaca mata” utama dalam melihat masalah yang dihadapi dalam implementasi UU tentang Pelayanan Publik, tulisan ini mengungkapkan bahwa implementasi UU Pelayanan Publik masih terkendala di dalam masalah tingkat kepatuhan para penyelenggara pelayanan publik dan belum menempatkan masyarakat sebagai pusat dari pelayanan publik. Menurut tulisan ini, keberhasilan implementasi UU Pelayanan Publik sangat bergantung kepada faktor kepemimpinan, anggaran dan kepedulian masyarakat.
Tulisan ini merekomendasikan agar perlu diintensifkan pengawasan oleh DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terhadap pelaksanaan pelayanan publik sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan terhadap implementasi standar pelayanan publik harus dilakukan secara menyeluruh, baik dari internal maupun eksternal. Untuk itu perlu dibentuk gugus tugas untuk memantau pelaksanaan UU tentang Kebijakan Publik, baik di DPR, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota maupun di penyelenggara pelayanan publik di K/L dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab langsung kepada kepala daerah. Untuk menyelesaikan praktek pungli atau pelayanan berbelit dan lambat, perlu diselesaikan melalui sistem penganggaran. Jumlah anggaran yang tidak ideal antara jumlah kegiatan yang terkait pelayanan publik seperti pemberian barang, jasa, dan administrasi dengan banyaknya masyarakat yang hendak dilayani, akan terus dijadikan alasan untuk membenarkan praktek pungli.
BPP00003823 | 351.9 MUH p | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain