Text
Budaya dan masyarakat
Pada uraian awal ini Kuntowijoyo akan membahas dan memusatkan perhatiannya pada proses simbolis. Yaitu pada kegiatan manusia dalam menciptakan makna yang merujuk pada realitas yang lain daripada pengalaman sehari-hari. Proses simbolis ini meliputi bidang-bidang agama, filsafat, seni ilmu, sejarah, mitos, dan bahasa. Ada beberapa cara untuk mencari hubungan antara simbol dan masyarakat. Menheimen mencoba mencari hubungan antara suatu kelompok kepentingan tertentu dalam masyarakat dan pikiran serta kelompok kepentingan tertentu dalam masyarakat dan pikiran serta modus pikiran yang mendasari sosiologi pengetahuannya. Dengan melepaskan estetika Marxis dan beberapa catatan berikut, tulisan ini ingin meninjau perkembangan sejarah Indonesia dalam kaitanya dengan kreativitas simbolis.
Catatan itu adalah, pertama, kita harus meninggalkan konsepsi determinis yang secara tegar menghubungkan antara kondisi sosial dan superstruktural. Kondisi sosial ekonomi tidak secara langsung dikaitkan dengan superstruktural, melainkan melalui jaringan yang kompleks dari langkah-langkah antara.derajat otonomi dan ketergantungan produk-produk spiritual berbeda-beda tergantung dari kodratnya, sehingga, misalnya, otonomi hasil-hasil kesenian tentu lebih besar daripada otonomi cita-cita politik. Menurut Abell salah satu mata rantai yang menghubungkan antara kondisi ekonomi dan superstruktur budaya itu ialah psikologi. Kita harus sadar kompleksitas kejiwaan yang terlibat dalam pembentukan imajeri dan menghindari kecenderungan yang menyamakan tipe pernyataan budaya tertentu dengan mentalitas suatu kelas atau sistem ekonomi. Abell mengemukakan teorinya tentang dasar psiko-historik dari budaya pada suatu masa, yaitu bahwa suatu tipe imajeri merupakan penjelamaan dari ketegangan sosial dibawahnya.
Kedua, bahwa tulisan ini tidak semata-mata mengenai tradisi sosiologisme atau Marxisme, akan tetapi dari penggunaan konsep sejarah idealis tentang semangat zaman. Kita juga berpendapat bahwa dalam kurun sejarah tertentu masyarakat dari berbagai kepentingan sosial dapat saja mempunyai cita-cita dan cita-rasa keindahan yang sama, terutama tatkala kurun sejarah itu benar-benar merupaakn satuan yang integral. Demikian misalnya, dalam masyarakat patrimonial raja dan petani dapat mempunyai cita-cita dan cita-rasa yang sama, karena mereka mempunyai cita-cita dan cita-rasa yang sama. Dengan kelonggaran-kelonggaran berpikir seperti inilah penulis ingin mendasari analisa mengenai dasar-dasar sosio-historik dari proses simbolis di Indonesia.
BPP00002687 | 306.4 KUN b | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain