Text
Kota Indonesia masa depan: masalah dan prospek
Buku yang ditulis tahun 1990 ini merupakan edisi ke-2 setelah edisi pertama dengan pembahasan yang sama diterbitkan tahun 1979. Edisi pertama lebih mendalami dinamika perkotaan di negara- negara Barat dan Timur serta beberapa negara di Asia. Pada edisi ke-2 ini penulis lebih mendalami wajah dua kota besar di Pemantang Siantar (Kotamatya di Sumatera Utara) dan DKI Jakarta-Indonesia. Kota Pemantang Siantar menggambarkan upaya pembangunan kota setelah kemerdekaan yang ditandai dengan industrialisasi. Sementara bentuk perkembangan kota di DKI Jakarta merupakan gambaran peradaban kota sebuah bangsa. Oleh karena itu penggalian sejarah hingga keberadaan wajah kota DKI Jakarta dibicarakan penulis dalam bab pertama dengan mengulas berbagai komplesitas: perkembangan jumlah populasi penduduk, sosio-cultural, moderenisasi dengan arus teknologi serta sistim politik dan ekonomi.
Penulis melihat peradaban kota-kota besar menjadi factor terpenting dalam pembentukan wajah kota seperti ada sekarang. Pengertian antara kota-desa sulit dipisahkan ketika menggali suatu sejarah. Maka, peradaban kota-kota besar seperti Mesopotamia, Mesir, Junani dan Romawi dapat menjadi batasan pemahaman secara umum. Pola pembangunan kerajaan besar dunia di atas cenderung sentralisasi/memusatkan pembangunan pada jalur-jalur strategi perdangan. Pola ini mempengaruhi pembangunan kota di dunia Barat termasuk di negara yang mereka jajah. Gambaran kota DKI Jakarta, dilihat dari kondisi 3 zaman: pertama, zaman kerajaan, zaman perdangan (Portugis, Arab, Asia) dan zaman colonial Belanda. Zaman kerajaan dan perdangan, pola kota tidak tergambarkan tetap pada zaman Belanda mulai nampak melalui pembangunan pusat perdagangan ekonomi dan permukiman ala negeri Belanda di Batavia (Jayakarta-Jakarta).
ü Gambaran masalah perkotaan
Negara di dunia manapun masalah perkotaan tak pernah diselesaikan, malah meningkat seiring pembangunan dan kemajuan teknologi. Dinamika hidup di perkotaan digambarkan penulis dengan dua kondisi yaitu kota dianggap seperti surga bagi pemilik modal/orang kaya, tetapi juga kondisi kota dirasa seperti neraka bagi orang tak punya uang/miskin. Orang miskin sangat sulit hidup di kota karena berbagai tuntutan kota yang membebankan. Misalnya, untuk mengurus surat akte kelahairan, pendidikan, usaha/bisnis, sertifikat tanah, tempat tinggal dan lain sebagainya sangat sulit bagi orang miskin. Selain itu masalah sampah dan pencemaran lingkungan dari penduduk maupaun limba industry pun sulit diatasi, lahan terbatas dan mahal sementara jumlah penduduk dan angka pengangguran semakin meningkat. Persediaan fasilitas umum, seperti transportasi, air bersih, listrik, perumahan dan lain sebagainya kurang mendapat perhatian bagi warga kota. Perkembangan yang ditandai dengan Industrialisasi menambah banyak pendatang dari berbagai pelosok, hal ini menunjukkan bahwa setiap tahun jumlah penduduk kota drastis meningkat. Masalah pengangguran dan social pun meningkat ketika industry tersebut tidak berproduksi. Gambararan masalah seperti inilah yang mewarnai kedua kota tersebut pada awal kemerdekaan tahun 1945-1970-an.
ü Prospek kota ke depan
Penulis menilai bahwa masalah perkotaan di atas sebagai akibat pembangunan kota secara liar tanpa konsep rancangan tata ruang secara terpadu. Tak disangkal bahwa sebelum kemerdekaan pengkaderan SDM masyarakat Indonesia zaman Belanda kurang diutamakan selain kapitalis pribumi. Keterbatasan pengalaman atau keahlian menata sebuah kota tentu membuat kota asal jadi dan bentuknya pun semerawut. Untuk menjawab masalah ini, penulis sebagai tokoh pemerintah (DPRD) saat itu bersama semua komponen pemerintah menyadari akan pentingnya menata infrastruktur pelayanan public yang lebih baik. Langkah yang ditempuh semua stakeholders pemerintah kota madya adalah merancang sebuah peraturan (uu) tata ruang kota dan desa yang lebih fleksibel. Upaya pembangunan tersebut berjalan baik, dan lebih komprehensip dengan menyusun program pembangunan berjangka 5 tahun atau disebut REPELITA. Hambatan penataan terletak pada anggaran pembangunan sehingga sistim financial dirumuskan sambil menerapkan sentralisasi pemasukan dari berbagai daerah. Peran penting diembani menteri dalam negeri dan pekerjaan umum guna merumuskan berbagai peraturan kelolah kota sebagai panduan umum di berbagai kota atau desa pemekaran baru.
BPP00002629 | 307.76 MAR k | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
BPP00003677 | 307.76 MAR k | Badan Penelitian Pengembangan Kemdagri | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain